PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Secara
umum iklim merupakan hasil interaksi proses fisik dan kimiafisik dimana
parameter-parameternya seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan
yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Iklim merupakan suatu kondisi
rata-rata dari cuaca, dan untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat,
diperlukan nilai rata-rata parameter-parameternya selama kurang lebih 10 sampai
30 tahun. Iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang
kompleks yang terjadi di atmosfer bumi.
Kompleksitas
proses fisik dan dinamis di atmosfer bumi ini berawal dari perputaran planet
bumi mengelilingi matahari dan perputaran bumi pada porosnya. Pergerakan planet
bumi ini menyebabkan besarnya energi matahari yang diterima oleh bumi tidak
merata, sehingga secara alamiah ada usaha pemerataan energi yang berbentuk
suatu sistem peredaran udara, selain itu matahari dalam memancarkan energi juga
bervariasi atau berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perpaduan antara
proses-proses tersebut dengan unsur-unsur iklim dan faktor pengendali iklim
menghantarkan kita pada kenyataan bahwa kondisi cuaca dan iklim bervariasi
dalam hal jumlah, intensitas dan distribusinya.
Secara alamiah
sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan kembali oleh
permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu akan
diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi, disebut gas rumah kaca,
sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan
efek rumah kaca karena peristiwanya sama dengan rumah kaca, dimana panas yang
masuk akan terperangkap di dalamnya, tidak dapat menembus ke luar kaca,
sehingga dapat menghangatkan seisi rumah kaca tersebut. Apabila peristiwa
tersebut berlangsung terus-menerus, maka dikhawatirkan kehidupan mahluk hidup
di muka bumi menjadi terancam.
Keadaan
suhu di bumi sekarang ini semakin hari semakin panas kita rasakan. Suhu semakin
tidak stabil. Cuaca yang tidak menentu membuat kehidupan di muka bumi ini
terancam. Pembangunan gedung-gedung besar dan tinggi serta penebangan hutan secara liar
merupakan salah satu penyebab makin panasnya suhu bumi, karena tidak
seimbangnya kadar karbon dioksida di udara dengan polusi yang ditimbulkan oleh
mesin-mesin industri,
asap kendaraan bermotor, dan lain-lain.
Sejak
revolusi industri tahun 1750, industrialisasi di dunia khususnya di Eropa terus
meningkat. Ini menyebabkan kadar gas yang berbahaya semakin tajam. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi membuat orang lupa akan kelestarian
lingkungannya, namun seiring dengan itu usaha-usaha perbaikan lingkungan juga terus dilakukan.
Di era globalisasi sekarang ini bukan saja
negara-negara maju yang mengedepankan industrialisasi, namun negara-negara
berkembang juga sudah mengembangkan sektor-sektor di bidang industri yang
sangat berperan dalam menyumbangkan kelebihan karbondioksida di udara, sehingga
efek gas rumah kaca akan semakin terlihat dampaknya bagi makhluk dan kehidupan
yang terdapat di muka bumi sekarang ini. Sehingga pengetahuan mengenai dampak
yang akan ditimbulkan oleh efek rumah kaca perlu ditingkatkan. Dengan adanya
pengetahuan mengenai dampak yang akan ditimbulkan oleh efek gas rumah kaca diharapkan
manusia sebagai pemimpin dan pemelihara kehidupan di bumi mempunyai kesadaran
untuk tetap menjaga kelestarian alam yang ada sekarang ini.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dibuat beberapa rumusan masalah,
yakni sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud dengan efek rumah kaca?
2.
Apakah yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca?
3.
Bagaimana akibat dari efek rumah kaca?
4.
Bgaimana penanggulangan terhadap efek rumah kaca?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui:
1.
Pengertian efek rumah kaca
2.
Penyebab efek rumah kaca
3.
Akibat dari efek rumah kaca
4.
Cara menanggulangi efek rumah kaca
D. Manfaat Penulisan
Penulisan
makalah mengenai Efek Rumah Kaca ini diaharapkan dapat memberikan manfaat
terhadap:
1)
Memberikan informasi mengenai efek rumah kaca, baik penyebab maupun akibatnya.
2)
Memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih rinci kepada penulis dan pembaca
upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek rumah kaca.
E. Metode Penulisan
Metode
yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode kajian pustaka, yaitu
penulis mengumpulkan berbagai sumber referensi yang relevan dengan materi yang
disajikan dan kemudian dilakukan pengkajian terhadap materi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Efek Rumah Kaca
Efek
rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan
sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet. Mars, Venus, dan benda
langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus, Titan) memiliki
efek rumah kaca.
Efek
rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca
alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang
terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakangan
ini diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan,
meskipun ada beberapa perbedaan pendapat.
Efek
rumah kaca adalah suatu proses dimana radiasi termal dari permukaan
atmosfer yang diserap oleh gas
rumah kaca, dan dipancarkan kembali ke segala
arah. Mekanisme ini pada dasarnya berbeda dari yang rumah
kaca sebenarnya, yang bekerja dengan
mengisolasi udara hangat dalam struktur tersebut sehingga panas yang tidak
hilang oleh konveksi.
Efek rumah kaca ditemukan oleh Joseph Fourier pada
tahun 1824, dan pertama kali dilaporkan kuantitatif oleh Svante
Arrhenius pada tahun 1896, merupakan
proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit)
yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. (Wikipedia, 2011).
Segala
sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari.
Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek,
termasuk cahaya
tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi,
ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi,
akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari
panas ini berwujud radiasi infra
merah gelombang panjang ke angkasa luar.
Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah kaca antara
lain uap
air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang
menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan Bumi.
Energi
yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan
permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan
oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan
bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek
rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh
berbeda.
Efek
rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi,
karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata
sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C
(59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi
hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global.
B. Penyebab Rumah Kaca
Pola
iklim global bumi sebagian besar dipengaruhi oleh energi matahari yang masuk
dan pergerakan planet di ruang angkasa. Sekitar separuh energi matahari
mencapai lapisan teratas atmosfer diserap sebelum mencapai bumi. Cahaya dengan
panjang gelombang tertentu (yang meliputi gelombang ultraviolet) lebih mudah
diserap oleh molekul oksigen dan ozon dibandingkan dengan panjang gelombang
lainnya. Banyak energy yang menumbuk bumi dengan sendirinya diserap oleh
molekul tanah, air, dan organisme. Kemudian sebagian di antaranya dipantulkan
kembali ke atmosfer. Pengaruh pemanasan matahari pada atmosfer, tanah, dan air
membentuk variasi suhu, siklus pergerakan udara, dan penguapan air yang
bertanggung jawab atas variasi iklim yang sangat damatis pada daerah-daerah dengan
lintang yang berbeda (Campbell, 2006).
Efek
rumah kaca yang berlebih disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon
dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di
atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak, batu
bara dan bahan bakar organik lainnya
yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Gas-gas
tersebut disebut dengan gas rumah kaca.
Gas
rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang
menyebabkan efek rumah kaca.
Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat
juga timbul akibat aktivitas manusia.
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang
mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan
sungai. Karbondioksida adalah
gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan
vulkanik; pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan
menghembuskan karbondioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan). Karbondioksida
dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan
dalam proses fotosintesis.
Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta
mengambil atom karbonnya.
Selain
gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida,
nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa
organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC).
Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca
(Wikipedia, 2011).
Gas-gas
tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca.
Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak
panas yang terperangkap di bawahnya. Berikut akan dipaparkan mengenai gas-gas
yang berperan dalam efek rumah kaca dengan persentase kontribusi mereka
terhadap efek rumah kaca :
1.
Uap Air (36-70%)
Uap
air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab
terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi
secara regional, dan aktivitas manusia tidak secara langsung memengaruhi
konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
Dalam model iklim,
meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas
antropogenik akan menyebabkan meningkatnya kandungan uap air di troposfer,
dengan kelembapan
relatif yang agak konstan.
Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca;
yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan
jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai
titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai
umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan
gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga
berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.
2.
Karbondioksida (9-26%)
Manusia
telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka
membakar bahan bakar
fosil, limbah padat, dan kayu untuk
menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik.
Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida
semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk
perluasan lahan pertanian.
Walaupun
lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer,
aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari
kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul
karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007,
konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm, pada gambar 3 (peningkatan
36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan
mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah
memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila
dibandingkan masa sebelum revolusi
industri.
3.
Metana (4-9%)
Metana yang
merupakan komponen utama gas alam juga
termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap
panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan
selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam,
dan minyak
bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan
limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan
oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi,
sebagai produk samping dari pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada
pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu setengah
kali lipat.
4.
Nitrogen Oksida
Nitrogen
oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari
pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen oksida dapat
menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini
telah meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-industri.
5.
Gas lainnya
Gas
rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran
berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22)
terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi,
perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di
beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon (CFC)
sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi
lapisan ozon (lapisan
yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet).
Komsumsi CFC tertinggi terdapat pada Negara-negara maju. Amerika Serikat
mengkomsumsi hampir sepertiga komsumsi CFC dunia.
Para
ilmuan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses
manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para
ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di
atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil
sulfur pentafluorida. Konsentrasi gas ini
di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka
di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas
rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya.
Negara-negara
maju adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Menurut data dari
PBB, urutan beberapa negara penghasil emisi karbondioksida per kepala per tahun
sebagai berikut:
-
Amerika Serikat 20
ton
- China 3 ton
-
Kanada dan Australia 18 ton -
India 1 ton
-
Jepang dan Jerman 10 ton
Gas
rumah kaca berasal dari berbagai sumber. Dari gambar 5, terlihat banyaknya
sumbangan gas rumah kaca dari berbagai sector. Sumbangan terbesar berasal dari
sumber energy (Soemarwoto, 1992).
C. Proses Terjadinya Efek Rumah Kaca
Proses
terjadinya efek rumah kaca ini berkaitan dengan daur aliran panas matahari.
Kurang lebih 30% radiasi matahari yang mencapai tanah dipantulkan kembali ke
angkasa dan diserap oleh uap, gas karbon dioksida, nitrogen, oksigen, dan
gas-gas lain di atmosfer. Sisanya yang 70% diserap oleh tanah, laut, dan awan.
Pada malam hari tanah dan badan air itu relatif lebih hangat daripada udara di
atasnya. Energi yang terserap diradiasikan kembali ke atmosfer sebagai radiasi
inframerah, gelombang panjang atau radiasi energi panas. Sebagian besar radiasi
inframerah ini akan tertahan oleh karbon dioksida dan uap air di atmosfer.
Hanya sebagian kecil akan lepas ke angkasa luar. Akibat keseluruhannya adalah
bahwa permukaan bumi dihangatkan oleh adanya molekul uap air, karbon dioksida,
dan semacamnya. Efek penghangatan ini dikenal sebagai efek rumah kaca.
Sedangkan
proses secara singkatnya yaitu ketika sinar radiasi matahari menembus kaca
sebagai gelombang pendek sehingga panasnya diserapa oleh bumi dan tanaman yang
ada di dalam rumah kaca tersebut. Untuk selanjutnya, panas tersebut di
radiasikan kembali namun dengan panjang gelombang yang panjang(panjang
geklombang berbanding dengan energi) sehingga sinar radiasi tersebut tidak
dapat menembus kaca. Akibatnya, suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu yang di luar rumah kaca.
D. Dampak
Efek Rumah Kaca
Menurut
perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi
1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti
sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara
1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas
CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan
dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan
bumi menjadi meningkat (Wikipedia, 2011).
Efek
rumah kaca yang berlebih mengakibatkan meningkatkannya suhu permukaan bumi.
Sehingga terjadi perubahan iklim
yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan
ekosistem
lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di
atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah
kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga
akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga
air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan
negara kepulauan akan
mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Pemanasan
juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland,
yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia
telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para
ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi)
pada abad ke-21.
Perubahan
iklim menimbulkan perubahan pada pola musim sehingga menjadi sulit
diprakirakan. Pada beberapa bagian dunia hal ini meningkatkan intensitas curah
hujan yang berpotensi memicu terjadinya banjir dan tanah longsor. Sedangkan
belahan bumi yang lain bisa mengalami musim kering yang berkepanjangan,
karena kenaikan suhu dan turunnya kelembaban.
Selanjutnya
perubahan iklim akan berdampak pada segala sector. Meliputi:
1.
Ketahanan Pangan Terancam
Produksi
pertanian tanaman pangan dan perikanan akan berkurang akibat banjir, kekeringan,
pemanasan dan tekanan air, kenaikan air laut, serta angin yang kuat. Perubahan
iklim juga akan mempengaruhi jadwal panen dan jangka waktu penanaman.
Peningkatan suhu 10C diperkirakan menurunkan panen padi sebanyak 10%.
2.
Dampak Lingkungan
Banyak
jenis makhluk hidup akan terancam punah akibat perubahan iklim dan gangguan
pada kesinambungan wilayah ekosistem (fragmentasi ekosistem). Terumbu karang
akan kehilangan warna akibat cuaca panas, menjadi rusak atau bahkan mati karena
suhu tinggi. Para peneliti memperkirakan bahwa 15%-37% dari seluruh spesies
dapat menjadi punah di enam wilayah bumi pada 2050. Keenam wilayah yang
dipelajari mewakili 20% muka bumi (Jhamtani, 2007).
Terutama
yang termasuk kedalam kelompok stenotermal yang memiliki daya toleransi atau
kisaran suhu yang sempit. Berbeda dengan hewan eurytermal yang memiliki kisaran
toleransi suhu yang luas (Swasta, 2003).
Terumbu
karang memiliki peranan penting bagi keanekaragaman organisme laut. Masalah
secara global terjadi akibat semakin meningkatnya kandungan karbon dioksida dan
efek rumah kaca pada atmosfer dan mendorong naiknya suhu permukaan laut (yang
diduga juga menyebabkan pemutihan dan kematian karang) serta meningkatkan
derajat keasaman air laut. Air laut yang semakin asam akan membuat ion karbonat
berkurang sehingga menurunkan kemampuan karang untuk membangun kerangka. Jika
terumbu karang tidak dapat beradaptasi maka akan mempengaruhi fungsi ekosistem
terumbu karang dan struktur geologi terumbu karang serta mempengaruhi fungsi pesisir
dan juga akan mempengaruhi masayarakat sekitar yang bergantung dari ekosistem
terumbu karang.
3.
Risiko Kesehatan
Cuaca
yang ekstrim akan mempercepat penyebaran penyakit baru dan bisa memunculkan
penyakit lama. Badan Kesehatan PBB memperkirakan bahwa peningkatan suhu dan
curah hujan akibat perubahan iklim sudah menyebabkan kematian 150.000 jiwa
setiap tahun. Penyakit seperti malaria, diare, dan demam berdarah diperkirakan
akan meningkat di negara tropis seperti Indonesia.
4.
Air
Ketersediaan
air berkurang 10%-30% di beberapa kawasan terutama di daerah tropik kering.
Kelangkaaan air akan menimpa jutaan orang di Asia Pasifik akibat musim kemarau
berkepanjangan dan intrusi air laut ke daratan.
5.
Ekonomi
Kehilangan
lahan produktif akibat kenaikan permukaan laut dan kekeringan, bencana, dan
risiko kesehatan mempunyai dampak pada ekonomi. Sir Nicolas Stern, penasehat
perdana menteri Inggris mengatakan bahwa dalam 10 atau 20 tahun mendatang
perubahan iklim akan berdampak besar terhadap ekonomi. Stern mengatakan bahwa
dunia harus berupaya mengurangi emisi dan membantu negara-negara miskin untuk
beradaptasi terhadap perubahan iklim demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi. Ia
menjelaskan bahwa dibutuhkan investasi sebesar 1% dari total pendapatan dunia
untuk mencegah hilangnya 5%-20% pendapatan di masa mendatang akibat dampak
perubahan iklim.
Belum
ada data komprehensif mengenai dampak perubahan iklim di Indonesia. Namun
beberapa data menunjukkan bahwa:
1.
Suhu rata-rata tahunan
menunjukkan peningkatan 0,30C sejak tahun 1990.
2. Musim
hujan datang lebih lambat, lebih singkat, namun curah hujan lebih intensif
sehingga meningkatkan risiko banjir. Pada 2080 diperkirakan sebagian Sumatera
dan Kalimantan menjadi 10-30% lebih basah pada musim hujan; sedangkan Jawa dan
Bali 15% lebih kering.
3. Variasi
musiman dan cuaca ekstrim diduga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan,
terutama di Selatan Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi (CIFOR, 2004)
4. Perubahan
pada kadar penguapan air, dan kelembaban tanah akan berdampak pada sektor
pertanian dan ketahanan pangan. Perubahan iklim akan menurunkan kesuburan tanah
sekitar 2% sampai dengan 8%, diperkirakan akan mengurangi panen padi sekitar 4%
per tahun, kacang kedelai sekitar 10%, dan jagung sekitar 50%.
5. Kenaikan
permukaan air laut akan mengancam daerah dan masyarakat pesisir. Sebagai contoh
air Teluk Jakarta naik 57 mm tiap tahun. Pada 2050, diperkirakan 160 km2 dari
kota jakarta akan terendam air, termasuk Kelapa Gading, Bandara Sukarno-Hatta
dan Ancol (Susandi, Jakarta Post, 7 Maret 2007).
6. Di
Bali kerusakan lingkungan pada 140 titik abrasi dari panjang panti sekitar 430
km. Laju kerusakan pantai di Bali diperkirakan 3,7 Km per tahun dengan erosi ke
daratan 50-100 meter per tahun (Bali Membangun, 2004). Kerusakan ini ditambah
potensi dampak dari perubahan iklim diduga akan menyebabkan muka air laut naik
6 meter pada 2030, sehingga Kuta dan Sanur akan tergenang (Bali Post, 16
Agustus 2007). Hal ini mengancam keberlangsungan pendapatan dari pariwisata
yang mengandalkan kekayaan dan keindahan pantai dan laut di Bali. Daerah yang
lebih ‘aman’ adalah pantai berkarang yang bersifat terjal, seperti Uluwatu dan
Nusa Penida serta daerah perbukitan dan pegunungan yang saat ini mempunyai
ketinggian di atas 50 meter.
7. Sebagai
negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi risiko kehilangan
banyak pulau-pulau kecilnya dan penciutan kawasan pesisir akibat kenaikan
permukaan air laut. Wilayah Indonesia akan berkurang dan akan ada pengungsi
dalam negeri.
8. Dampak
kenaikan muka air laut akan mengurangi lahan pertanian dan perikanan yang pada
akhirnya akan menurunkan potensi pendapatan rata-rata masyarakat petani dan
nelayan. Kerusakan pesisir dan bencana yang terkait dengan hal itu akan
mengurangi pendapatan negara dan masyarakat dari sektor pariwisata. Sementara
itu, negara harus menaikkan anggaran untuk menanggulangi bencana yang
meningkat, mengelola dampak kesehatan, dan menyediakan sarana bagi pengungsi
yang meningkat akibat bencana. Industri di kawasan pesisir juga kemungkinan besar
akan menghadapi dampak ekonomi akibat permukaan air laut naik. Kesemuanya ini
akan meningkatkan beban anggaran pembangunan nasional dan daerah.
D.
Usaha Mengurangi Efek
Rumah Kaca ( Solusi )
Terdapat
dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah
kaca.
1.
Pencegahan
Mencegah karbon
dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen
karbon-nya di tempat lain. Salah satu sumber penyumbang karbondioksida
adalah pembakaran bahan bakar fosil (BBM, batubara). Penggunaan bahan
bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada
saat itu, batu bara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian
digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20,
energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren
penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah
mengurangi jumlah karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan
karbondioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila
dibandingkan dengan batubara.
2.
Penanganan
Cara ini disebut
carbon sequestration (menghilangkan karbon). Cara yang paling mudah untuk
menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan
menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat
pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui
fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat
perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Di banyak
area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan
kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan
pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah
dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi semakin bertambahnya
gas rumah kaca.
Gas
karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan
menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk
mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan . Injeksi juga bisa
dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak,
lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan
pengeboran lepas pantai Norowegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke
permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer
sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Selain itu dalam
perjanjian internasional, terlihat pula usaha-usaha berbagai Negara untuk
mengurangi emosi gas rumah kaca, yakni pada Kyoto Protocol to the United
Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto). Protokol
Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi
Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC),
sebuah persetujuan
internasional mengenai pemanasan global.
Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran
karbon
dioksida dan lima gas
rumah kaca (metan, nitrous oxide, sulfur
heksafluorida, HFC, dan PFC), atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika
mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah
dikaitkan dengan pemanasan global.
Hingga 3
Desember 2007, 174 negara telah meratifikasi protokol tersebut, termasuk
Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia dan 25 negara anggota Uni
Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Namun masih terdapat Negara yang tidak
menandatangani perjanjian ini, yakni Amerika Serikat. Jika berhasil
diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global
antara 0,02 °C dan 0,28 °C pada tahun 2050.
Nature, Oktober 2003 dalam Wikipedia, 2011.
Secara
umum upaya dalam mengatasi masalah efek rumah kaca meliputi hal-hal sebagai
berikut :
1.
Mengurangi pemakaian
bahan-bakar fosil secara drastis.
Bahan
bakar fosil dianggap sebagai biang keladi global warming karena pembakarannya
yang menghasilkan gas CO2. Salah satu yang dianggap bermasalah adalah mobil.
Oleh karena itu, banyak organisasi-organisasi berbasis kelingkungan yang
melarang penggunaan mobil.
2.
Mengurangi deforestas
Seperti
telah dijelaskan sebelum-sebelumnya, deforestasi atau perusakan hutan
mengakibatkan terganggunya kemampuan hutan menyerap CO2 disamping meningkatnya
kemungkinan terjadi banjir dan tanah longsor. Untuk itu perlu diupayakan untuk
menanam kembali hutan yang gundul (reboisasi).
3.
Memberlakukan standar
emisi kendaraan bermotor
Semenjak
tahun 1990-an, negara-negara di Eropa telah memberlakukan standar emisi
kendaraan bermotor yang disebut Euro. Fungsinya adalah agar mobil-mobil yang
beredar memiliki emisi gas buang yang kurang lebih sama. Konsekuensinya,
kendaraan yang tidak memenuhi standar emisi yang berlaku diharuskan membayar
pajak yang lebih besar. Hingga saat ini standar Euro IV telah diaplikasikan dan
segera akan diganti dengan Euro V, sementara di Indonesia baru saja dimulai
Euro III dan IV.
4.
Mengusahakan penggunaan
energi alternati
Beberapa
macam metode pemakaian energi akternatif telah diupayakan. Seperti pemakaian
pemanas bertenaga matahari, minimalisir pemakaian listrik dan gas untuk
kebutuhan rumah tangga. Dalam industri otomotif, telah diperjualbelikan
mobil-mobil dengan sistem fuel cell dan hybrid, seperti Toyota Prius, Honda
FC-X, dan Honda Civic Hybrid. Sekarang ini tengah dicoba pengablikasian BBM
campuran E-85 atau etanol 85, yang artinya 85% etanol dan 15% bensin biasa.
5.
Sanksi emisi
Sesuai
dengan isi Kyoto Protocol, bahwa negara-negara maju yang menghasilkan emisi
lebih tinggi dari kuota diwajibkan membayar denda yang kemudian akan disalurkan
ke negara-negara dunia ketiga demi pembangunan infratruktur mereka. Di satu
sisi, cara ini baik, karena dapat menyadarkan negara-negara adidaya, seperti
Amerika Serikat untuk menjaga jumlah emisi yang dibuang ke alam. Namun di sisi
lain, jika negara tersebut kaya dan egois, maka mereka hanya membayar denda
tanpa peduli dan berusaha mengurangi tingkat emisinya.
6.
Memperbaiki kesadaran masyarakat
akan sampah dan lingkungan.
Seberapa
hebat sebuah rencana penanggulangan global warming, tanpa didukung oleh
masyarakat, semuanya adalah sia-sia. Mengapa? Karena masyarakatlah yang
berperan secara aktif dalam menanggulangi efek rumah kaca. Tanpa peran serta
masyarakat secara aktif mustahil efek rum
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasa diatas, maka dapat dibuat beberapa simpulan, yakni sebagai berikut
1.
Efek rumah
kaca adalah suatu proses dimana radiasi termal dari permukaan atmosfer
yang diserap oleh gas
rumah kaca, dan dipancarkan kembali ke segala
arah. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada
di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global.
2. Gas
rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang
menyebabkan efek rumah kaca.
Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat
juga timbul akibat aktivitas manusia.
3. Efek
rumah kaca akan mengakibatkan terjadinya pemanasan global (global warming). Hal
tersebut akan menciptakan perubahan yang sangat besar terhadap cuaca, iklim,
serta kondisi abiotik lainnya di permukaan bumi. Sehingga organismepun
terganggu kelangsungan hidupnya.
4. Ada
dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas
tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini disebut carbon
sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah
kaca.
B. Saran
Berdasarkan
pembahasan diatas telah dipaparkan mengenai efek rumah kaca. Dampak yang
ditimbulakan dari efek rumah kaca sangatlah besar bagi kelangsungan hidup semua
mahluk. Untuk itu penulis menyampaikan beberapa saran kepada pembaca, yakni
sebagai berikut;
1.
Menghemat penggunaan energy, misalnya saja listrik dan bahan bakar fosil, atau
menggunakannya dangan seefisien mungkin
2.
Melakukan penanaman pohon dan mengurangi penebangan pohon.
Daftar Pustaka